Friday, January 26, 2018

Kemaritiman di Indonesia Dahulu dan Kini




Oleh: M. Alfian Nugraha Fauzi

 

“Nenek moyangku seorang pelaut, gemar mengarung luas samudera menerjang ombak tiada takut menempuh badai sudah biasa”

            Penggalan lirik lagu tersebut mungkin tidak asing bagi kita, lirik yang menggambarkan betapa hebatnya nenek moyang bangsa Indonesia yang sejak dahulu dikenal sebagai bangsa penjelajah dan berhasil mengarungi samudera. Patut diakui sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari belasan ribu pulau serta memiliki lautan yang luas, Indonesia sudah sepatutnya memfokuskan diri dalam bidang kemaritiman. Namun kata “Maritim” seolah tenggelam dibawah bayang-bayang kata “Agraris” yang terlanjur melekat di ingatan banyak orang di Indonesia. Arti kata “Maritim” sendiri berdasarkan kamus besar bahasa Indonesia yaitu berkenaan dengan laut, berhubungan dengan pelayaran dan perdagangan di laut. Merujuk kepada arti kata maritim tersebut maka tidak dapat dipungkiri semua aktifitas pelayaran dan perdagangan di laut pada masa lalu pernah dilakukan oleh nenek moyang bangsa Indonesia, meskipun di zaman sekarang arti kata maritim tidak lagi merujuk kepada arti sesungguhnya yang selalu berkaitan dengan aktifitas perdagangan di laut.

Sejarah panjang Kemaritiman Indonesia masa pra-sejarah hingga Indonesia merdeka

            Berbicara sejarah kemaritiman di Indonesia pada masa lalu, bangsa Indonesia memang telah dikenal sebagai bangsa yang aktif dalam bidang pelayaran dan penjelajahan samudera. Jauh sebelum munculnya kerajaan-kerajaan bercorak Hindu-Budha dan Islam, nenek moyang bangsa Indonesia telah berhasil menjelajahi samudera salah satunya berhasil mencapai pulau Madagaskar. Sebagian masyarakat Madagaskar diyakini memiliki darah Indonesia, bahkan Murray Cox seorang ilmuwan dari Massey University dalam jurnal yang berjudul Proceedings of the Royal Society B mengungkapkan bahwa orang Indonesia adalah nenek moyang bangsa Madagaskar. Hal ini menunjukkan bahwa penjelajahan yang dilakukan oleh nenek moyang bangsa Indonesia saat itu telah berhasil menciptakan satu keturunan baru yang hingga kini menjadi bagian tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat di Madagaskar.

            Selanjutnya pada masa berkembangnya kerajaan Hindu-Budha di Indonesia, kerajaan-kerajaan tersebut melakukan berbagai aktifitas salah satunya dalam bidang perdagangan yang menggunakan laut sebagai jalur utama dalam perdagangan tersebut. Kerajaan Sriwijaya adalah salah satu kerajaan yang terkenal dalam bidang maritim karena perdagangan yang dilakukan oleh kerajaan ini menggunakan laut sebagai jalur utamanya selain tentunya kerajaan ini memiliki pula wilayah yang luas hingga mencapai daratan Semenanjung Malaka serta memiliki armada laut yang kuat. Selain itu kejayaan bangsa Indonesia dalam bidang maritim dibuktikan pula pada masa kerajaan Mataram Kuno yaitu pada relief Candi Borobudur dimana terdapat gambar kapal bercadik yang menandakan bahwa kerajaan tersebut fokus pula dalam bidang maritim. Majapahit menjadi kerajaan selanjutnya yang aktif dalam kegiatan perdagangan laut dan dikenal secara luas karena berhasil menguasai hampir sebagian besar wilayah nusantara hingga ke Filipina, Semenanjung Malaka dan selatan Vietnam dengan armada lautnya. Laksamana Nala adalah salah satu laksamana yang berperan dalam penyebarluasan wilayah kerajaan Majapahit bersama dengan Mahapatih Gajah Mada.

            Pada masa berkembangnya kerajaan Islam di Indonesia, muncul pula satu kerajaan yaitu Demak yang berkonsentrasi dalam bidang maritim, bahkan kerajaan ini memiliki armada laut yang kuat dan menguasai lautan di wilayah nusantara. Bangsa Portugis yang menguasai kota Malaka saat itu pernah mendapatkan serangan dari kerajaan Demak yang dipimpin oleh Pati Unus yang dijuluki “Pangeran Seberang Lor” dengan menggunakan hampir seratus perahu. Kekuatan armada laut kerajaan Demak diakui oleh Portugis yang juga dikenal sebagai bangsa penjelajah sebagai salah satu kekuatan terkuat pada masa itu. Kerajaan Makassar atau Gowa-Tallo dikenal pula sebagai kerajaan yang fokus dalam bidang maritim bahkan kerajaan ini selalu melakukan penjelajahan ke wilayah-wilayah lain di luar Sulawesi, bahkan di wilayah Timor Leste yaitu enclave Ambeno terdapat nama kota dengan nama Pante Makassar yang menunjukkan bahwa wilayah ini pernah disinggahi oleh pelaut-pelaut Makassar. Begitupun kerajaan Aceh yang tak hanya memiliki armada laut yang terkenal namun juga memiliki seorang Laksamana wanita yaitu Laksamana Malahayati yang kini namanya diabadikan menjadi nama salah satu kapal perang Republik Indonesia. Dapat dikatakan pada masa kerajaan hindu-budha dan islam, dunia kemaritiman di Indonesia mengalami masa kejayaan.

            Kejayaan kemaritiman di Indonesia mengalami perubahan pada masa kekuasaan bangsa barat di Indonesia terutama sejak kedatangan bangsa Belanda. Kongsi dagang Belanda yaitu Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) ketika dibentuk mulai melakukan monopoli perdagangan di berbagai wilayah di Indonesia yang secara tidak langsung mengurangi eksistensi para pelaut Indonesia di dunia kemaritiman. Saat VOC runtuh hak monopoli diambil alih oleh perusahaan Belanda yaitu Koninklijke Paketvaart Maatschappij (KPM) yang sekali lagi tetap mengurangi eksistensi para pelaut Indonesia. Pada dekade terakhir abad XIX, Belanda membuka kesempatan bagi bangsa Indonesia dalam bidang pendidikan khususnya bidang bahari. Ketika masa penjajahan Belanda berakhir di Indonesia karena kekalahan tanpa syarat atas Jepang, bangsa Indonesia hanya dijadikan pegawai rendahan diantaranya menjadi awak kapal KPM dan Koninklijke Marine (KM) dengan pangkat bintara.

Kemaritiman di Indonesia sejak Proklamasi Kemerdekaan hingga Masa Orde Baru

            Pada saat Indonesia memproklamirkan diri sebagai Negara yang merdeka pada tahun 1945, Belanda sebagai “bekas” penjajah tampaknya masih belum puas dan ingin kembali menguasai Indonesia dan bercokol lama lagi di bumi nusantara. Salah satu upaya yang dilakukan demi memperlancar kehadiran kembali Belanda di Indonesia ialah dengan menghentikan berbagai aktifitas yang berkaitan dengan dunia kemaritiman baik itu yang berkaitan dengan aktifitas di pelabuhan maupun pelayaran. Tak bisa dipungkiri aktifitas tersebut menjadi salah satu faktor penting dalam mendukung perjuangan menghadapi Belanda salah satunya ialah pengiriman para pejuang ke berbagai wilayah di Indonesia guna mendukung perjuangan dalam menghadapi Belanda di wilayah Kalimantan, Sumatera, Bali dan lain-lain.

            Selanjutnya pada saat Belanda melakukan “Blokade” terhadap wilayah perairan di Indonesia pada tahun 1947 dan 1948 dengan tujuan untuk melemahkan posisi Indonesia, para pejuang yang berasal dari Angkatan Laut Republik Indonesia berhasil menerobos blokade tersebut. Salah satu pejuang itu ialah Mayor John Lie yang berasal dari Manado dan beretnis Tionghoa, ia berhasil menerobos blokade Belanda untuk kemudian menuju Singapura dan Malaya dengan kapalnya yang dinamakan Outlaw guna melakukan pertukaran barang untuk keperluan perjuangan saat itu. Hal ini menunjukkan bahwa aktifitas kemaritiman pada masa perang kemerdekaan sangat berperan besar dalam membantu perjuangan bangsa ketika itu dan Belanda menyadari hal tersebut hingga salah satu cara untuk menghentikan aktifitas tersebut yaitu dengan melakukan pemboman terhadap pelabuhan-pelabuhan yang dikuasai pejuang dan melakukan patroli di perairan untuk mengantisipasi pengiriman para pejuang ke luar pulau Jawa.

            Setelah pengakuan kedaulatan oleh Belanda tahun 1949, Indonesia sekitar tahun 1950 memasuki satu masa yang dinamakan masa Demokrasi Liberal tepatnya saat Indonesia yang awalnya bernama RIS kembali lagi menjadi NKRI. Pada masa Demokrasi Liberal beberapa kabinet pernah memerintah sejak tahun 1950-1959 salah satunya ialah Kabinet Djuanda yang dipimpin oleh Ir. Djuanda Kartawidjaja. Kabinet ini memiliki peranan penting dalam sejarah kemaritiman di Indonesia karena pada tahun 1957 dicetuskan “Deklarasi Djuanda” yang menyatakan kepada dunia bahwa laut di Indonesia termasuk laut sekitar diantara dan di dalam kepualauan Indonesia menjadi satu kesatuan wilayah Republik Indonesia. Deklarasi ini kemudian diperjuangkan di forum internasional melalui United Nations Convention On the Law of The Sea (UNCLOS)1958. Deklarasi Djuanda berdampak besar terhadap Indonesia terutama mengenai luas wilayah laut Indonesia yang bertambah beberapa kali lipat dari sebelumnya dan deklarasi ini selanjutnya disahkan menjadi Undang-Undang No. 4/PRP/1960 tentang Perairan Indonesia.

            Pada tahun 1963 diadakan Munas Maritim oleh Presiden Sukarno, Presiden mengatakan dalam munas tersebut bahwa “Kita tidak bisa kuat, sentosa, dan sejahtera selama kita tidak kembali menjadi bangsa bahari seperti masa dahulu”. Implementasi dari perkataan Presiden tersebut kemudian dilakukan dengan menunjuk Ali Sadikin sebagai Menteri Koordinator Maritim dalam Kabinet Dwikora I. Hal ini disadari betul oleh Sukarno mengingat betapa pentingnya dunia maritim bagi perjalanan bangsa Indonesia dan bangsa ini bisa dikenal oleh dunia pada masa lalu karena faktor tersebut. Selanjutnya di era Presiden Sukarno terdapat pula Menteri Perindustrian Maritim yang dipimpin oleh Mardanus sebagai Menteri di Kabinet Dwikora II, bidang kementerian ini ialah bergerak dalam pembuatan dan perbaikan kapal serta pembuatan alat-alat terapung. Sukarno memang menaruh perhatian yang lebih terhadap dunia kemaritiman di Indonesia, itulah sebabnya dalam kabinetnya dibentuk Kementerian Maritim dan Kementerian Perindustrian Maritim.

            Pada masa pemerintahan Presiden Suharto, perjalanan panjang dunia kemaritiman di Indonesia berubah karena fokus perhatian pemerintah saat itu ialah beralih ke daratan setelah sebelumnya berfokus dalam bidang maritim. Kebijakan yang dijalankan oleh Presiden  Suharto ialah meningkatkan pembangunan di segala bidang, oleh sebab itu pemerintah saat itu menggulirkan program Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita). Kebijakan pemerintah dalam meningkatkan pertanian kemudian direncanakan dalam Repelita I tahun 1969-1974 sehingga dampak yang dirasakan saat itu ialah Indonesia dikenal sebagai Negara agraris bahkan Indonesia berhasil meraih swasembada pangan tahun 1980-an, Presiden Suharto sendiri kemudian diberikan penghargaan oleh badan PBB yang mengurus masalah pangan yaitu FAO tahun 1984 karena keberhasilannya tersebut.  

            Kebijakan yang dibuat oleh pemerintah pada masa Orde Baru saat itu tidak menyebutkan peningkatan dalam bidang kemaritiman termasuk dalam lima Repelita yang pernah dijalankan. Meskipun begitu pada masa Orde Baru tercatat satu peristiwa penting dalam sejarah kemaritiman di Indonesia karena Deklarsai Djuanda yang dicetuskan tahun 1957 kemudian dapat diterima dan ditetapkan  dalam konvensi hukum laut PBB ke-III tahun 1982 dalam United Nations Convention On the Law of The Sea (UNCLOS) yang selanjutnya disahkan dengan Undang-Undang No. 17 Tahun 1985 tentang pengesahan UNCLOS 1982. Sebelumnya Wilayah laut Indonesia berpatokan terhadap Ordonansi Hindia-Belanda tahun 1939 yaitu Teritoriale Zeeen en Maritiem Kringen Ordonantie 1939.

Kemaritiman di Indonesia pada masa Reformasi hingga kini

            Setelah masa Orde Baru berakhir dan Indonesia memasuki masa Reformasi terjadi perubahan kembali dalam dunia kemaritiman di Indonesia. Pada masa Orde Baru beberapa kementerian yang berhubungan dengan dunia kemaritiman ditiadakan dan dilebur ke dalam departemen-departemen yang ada. Pada masa pemerintahan Presiden B.J. Habibie belum terlihat perubahan secara signifikan dalam dunia kemaritiman di Indonesia karena pemerintahan “pengganti” ini hanya memerintah secara singkat. Perubahan mulai terlihat pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid dibentuklah Departemen Eksplorasi Laut yang kemudian berganti nama menjadi Departemen Kelautan dan Perikanan pada Kabinet Persatuan Nasional dengan menterinya yaitu Sarwono Kusumaatmadja. Presiden Abdurrahman Wahid menyadari betapa pentingnya dunia kemaritiman saat itu hingga kemudian membentuk departemen baru yang berhubungan dengan kelautan. Pada masa pemerintahan Presiden Megawati Sukarno Putri tidak banyak terjadi perubahan dalam dunia kemaritiman di Indonesia karena posisi Presiden megawati saat itu ialah sebagai pengganti Presiden Abdurrahman Wahid.

            Pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Departemen kelautan dan perikanan tetap dipertahankan di dalam Kabinet Indonesia Bersatu jilid I dan II. Pada akhir pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono disahkan pula Undang-Undang No. 32 tahun 2014 tentang Kelautan. Hal ini menjadi bukti bahwa pada masa pemerintahan Presiden SBY masalah kelautan menjadi salah satu fokus yang diperhatikan sehingga implementasi dari itu semua yaitu disahkannya Undang-Undang tersebut oleh DPR. Pada masa pemerintahan Presiden SBY diadakan pula suatu rangkaian acara berskala internasional yang berkaitan dengan kemaritiman. Acara yang dimulai pertama kali pada tahun 2012 ini dinamakan Sail Morotai karena bertempat di pulau Morotai, Maluku Utara yang diikuti oleh peserta dari berbagai macam Negara dengan berbagai kegiatan yang dilakukan. Setelah Sail Morotai  berturut-urut diadakan pula Sail Komodo, Sail Raja Ampat dan kini pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo di tahun 2015 diselenggarakan pula Sail Tomini di Sulawesi Tengah.

            Pada masa Presiden Joko Widodo semangat kemaritiman di Indonesia kembali digelorakan dalam bentuk yang nyata salah satunya yaitu menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia. Presiden Joko Widodo kemudian mewujudkan tujuannya tersebut dalam lima pilar yaitu Pembangunan budaya maritim, Pengelolaan sumber daya maritim, Pembangunan infrastruktur dan konekivitas maritim, Diplomasi dan Pertahanan-keamanan maritim. Selain itu untuk menegaskan posisi Indonesia sebagai poros maritim dunia maka Presiden Jokowi membentuk Kementerian Koordinator bidang Kemaritiman di dalam kabinetnya yaitu Kabinet Kerja. Meskipun telah membentuk Kementerian Koordinator bidang Kemaritiman, Kementerian Kelautan dan Perikanan tetap dipertahankan dalam kabinet Presiden Joko Widodo.

            Upaya Presiden Joko Widodo menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia memang terus ditingkatkan agar Negara ini kembali menjadi Negara yang disegani sebagai Negara maritim. Tidak salah menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia karena wilayah Negara ini hampir 70% adalah lautan maka tidaklah mengherankan pembenahan dan peningkatan dalam berbagai sektor kelautan terus dilakukan guna menunjang tujuan ini. Namun keinginan ini bukanlah tanpa tantangan, dalam mewujudkan tujuan Indonesia sebagai poros maritim dunia berbagai tantangan masih harus dihadapi salah satunya pembangunan budaya maritim yang masih rendah. Selama ini budaya maritim hanya dilakukan terbatas di di wilayah pesisir pantai saja sedangkan wilayah di pedalaman yang jauh dari pantai belum memahami apa itu budaya maritim. Inilah salah satu pekerjaan besar yang harus dilakukan pemerintah untuk menanamkan budaya maritim di kalangan masyarakat Indonesia. Masalah lain yang dihadapi oleh pemerintah yaitu pembangunan infrastruktur yang masih belum merata di berbagai daerah. Begitu pun dalam segi pertahanan dan keamanan maritim, TNI Angkatan Laut sebagai garda terdepan dalam mewujudkan visi Indonesia sebagai poros maritim dunia perlu memiliki armada laut yang tangguh dan disegani selain tentunya masalah anggaran yang menjadi fokus perhatian.

            Namun yang terpenting dalam mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia adalah dukungan dari seluruh masyarakat Indonesia karena tanpa adanya peran serta dari masyarakat mustahil tujuan ini dapat direalisasikan. Peran serta masyarakat dalam suatu acara terlihat ketika masyarakat antusias dan meberikan dukungan terhadap pelaksanaan acara tersebut. Dalam pelaksanaan Sail Tomini tahun 2015 ini, masyarakat Parigi Moutong di Sulawesi tengah menyambut baik dan antusias terhadap pelaksanaan acara. Pelaksanaan Sail Tomini membawa dampak yang besar bagi masyarakat di wilayah tersebut, salah satunya yaitu masyarakat dapat menikmati berbagai fasilitas yang dibangun untuk menunjang kelancaran acara tersebut. Namun satu hal penting yang didapat setelah pelaksanaan Sail Tomini adalah masyarakat di luar Sulawesi Tengah menjadi tahu tentang potensi yang ada di wilayah Parigi Moutong khususnya dan Sulawesi Tengah pada umumnya. Meskipun Sail Tomini bukan yang pertama dilaksanakan oleh pemerintah, namun kebijakan pemerintah menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia berdampak besar terhadap pelaksanaan acara tersebut dan hal ini menjadi salah satu hasil “kecil” yang diterima oleh masyarakat di Sulawesi Tengah dari upaya pemerintah tersebut.

            Berkaca terhadap masa lalu bahwa apa yang telah dilakukan oleh nenek moyang bangsa Indonesia ketika itu telah berhasil membuat bangsa ini dikenal berkat kemahirannya dalam dunia kemaritiman, maka tidak ada alasan untuk menjadikan Indonesia kembali dikenal seperti dahulu sebagai bangsa yang disegani oleh dunia. Indonesia memiliki semua yang dibutuhkan dalam mewujudkan impian sebagai poros maritim dunia karena begitu lengkapnya sumber daya alam dan sumber daya manusia yang dimiliki. Semoga visi menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia tidak hanya sekadar menjadi retorika belaka namun dapat direalisasikan sesuai lima pilar yang sudah dirumuskan sebelumnya oleh Presiden Joko Widodo dan mimpi Indonesia kembali disegani seperti dahulu bisa menjadi kenyataan, semoga.

1 comment:

  1. Terimakasih atas postnya sangat bermanfaat. Mari mampir juga ke blog saya https://blog.ppns.ac.id/tl/lukmankhakim/
    https://ppns.ac.id

    ReplyDelete

Para Perwira alumni Akmil & Akpol yang gugur di Poso

Wilayah Poso hingga saat ini masih menjadi daerah operasi yang dilakukan oleh Pasukan TNI/POLRI dalam mengejar sisa pengikut dari gerakan M...