Penjajahan Belanda di Indonesia
yang telah berlangsung hingga ratusan tahun lamanya tentu meninggalkan
bukti-bukti sejarah yang tidak sedikit. Hampir semua kota di Indonesia telah
ada sejak zaman kolonial Belanda bahkan tidak sedikit pula yang didirikan pada
masa Pemerintahan Kolonial Belanda di Indonesia. Kota-kota tersebut hingga kini
masih menyimpan peninggalan dari “negeri kincir angin” tersebut, walaupun tidak
sedikit pula yang hilang karena perkembangan zaman. Peninggalan Belanda yang
tersisa tersebut umumnya berupa bangunan-bangunan yang hingga saat ini masih
tetap digunakan untuk berbagai kepentingan.
Tangerang sebagai sebuah kota
yang telah ada sejak zaman kolonial Belanda berkuasa ternyata menyimpan
beberapa peninggalan berupa bangunan yang masih dapat disaksikan hingga kini.
Bangunan-bangunan tersebut menjadi saksi berkuasanya Pemerintah Kolonial
Belanda di wilayah Tangerang.
Berikut ini bangunan peninggalan
Belanda yang terdapat di Tangerang:
1. Bendung Pasar Baru/Pintu Air 10
Sebagai negara yang terkenal ahli
dalam pengendalian air dengan bendungan/dam yang dibuat, Belanda ternyata
menerapkan hal serupa di negeri jajahannya di Indonesia termasuk di Tangerang. Wilayah
Tangerang yang dilalui oleh Sungai Cisadane dianggap cocok oleh Pemerintah Kolonial
Belanda untuk membuat bendungan yang fungsinya sebagai irigasi untuk mengairi
sawah di wilayah Tangerang bagian utara. Bendungan Pasar Baru/Pintu Air 10
didirikan pada tahun 1927, dimana pendirian bendungan tersebut tidak terlepas dari
kebijakan Politik Etis yang
diterapkan oleh Belanda saat itu. Kini Bendungan
Pasar Baru/Pintu Air 10 tidak hanya berfungsi sebagai irigasi semata tetapi
juga sudah menjadi tempat wisata dan juga ikon dari Kota Tangerang. Pemerintah
Kota Tangerang telah menetapkan Bendungan Pasar Baru/Pintu Air 10 sebagai cagar
budaya di wilayah tersebut.
2. Stasiun Tangerang
Stasiun Kereta Api Tangerang
terletak di pusat Kota Tangerang tepatnya di Jalan Ki Asnawi, di sekitar Pasar
Anyar tidak jauh dari Masjid Agung Tangerang. Stasiun ini ada bersamaan dengan
adanya lintas jalur kereta api Duri-Tangerang, yaitu pada tahun 1889. Arsitek
bangunan stasiun dan lintasannya dari Staatspoorwagen
(SS) atau Perusahaan Kereta Api Pemerintah Hindia-Belanda dan Stasiun Tangerang
merupakan stasiun akhir dari lintasan tersebut karena tidak ada lanjutan
lintasan. Stasiun Tangerang sebagai bangunan peninggalan Belanda telah
dilindungi sebagai Benda Cagar Budaya oleh Pemerintah Kota Tangerang dan juga
oleh pusat pelestarian Benda dan Bangunan PT. Kereta Api Indonesia (KAI).
3. Stasiun Cisauk
Stasiun Cisauk yang dibangun pada
tahun 1899 merupakan stasiun kereta api yang berada di wilayah selatan
Kabupaten Tangerang tepatnya di Kecamatan Cisauk. Yang didirikan pada masa
kolonial Belanda. Model dan karakteristik bangunan Stasiun Cisauk dapat
ditemukan pula pada bangunan stasiun lainnya. Stasiun Cisauk diresmikan
bersamaan dengan peresmian lintas Duri-Rangkasbitung sepanjang 76 km oleh Perusahaan
Kereta Api Negara Staatspoorwegen (SS)
pada tanggal 1 Oktober 1899. Kini bangunan Stasiun Cisauk telah ditetapkan
sebagai Benda Cagar Budaya oleh pusat pelestarian Benda dan Bangunan PT. Kereta
Api Indonesia (KAI).
4. Lembaga Pemasyarakatan Anak pria Tangerang
Lapas anak pria Tangerang terletak
di jalan Daan Mogot tidak jauh dari Masjid Al-Azhom dan Taman Makam Pahlawan
Taruna. Bangunan ini dibangun pada masa Kolonial Hindia Belanda pada tahun 1925
dan difungsikan sebagai penjara. Tidak lama setelah Proklamasi Kemerdekaan fungsi
dari Lapas berubah menjadi Markas Resimen IV Tangerang yang terjadi pada tahun
1945. Pada tahun 1957 – 1961, pengelolaan berganti kepada Jawatan Kepenjaraan,
yang kemudian berubah menjadi pendidikan negara. Di tahun 1964, pengelolaan
bangunan diserahkan kepada Direktorat Jenderal Permasyarakatan dengan nama
Lembaga Permasyarakatan Anak Pria.
![]() |
LP Anak Pria Tangerang |
5. Lembaga Pemasyarakatan Kelas 1 Pemuda
Lapas di Jalan LPK Pemuda,
Kelurahan Pabuaran, Kecamatan Tangerang, Kota Tangerang. Lapas Pemuda dibangun pada
tahun 1924 dan baru rampung pada tahun 1927. Lapas yang dibangun pada
masa kolonial Hindia-Belanda itu awalnya sudah difungsikan untuk memenjarakan
pemuda Belanda dan pribumi.
Pada masa Pendudukan Jepang tahun
1942-1945, Jepang menggunakannya untuk tempat pelaksanaan pidana dengan sebutan
“Keismusho Shikubu”. Pasca kekalahan
Jepang dalam Perang Dunia II dan masuknya Belanda kembali ke Indonesia maka pada
tahun 1946- 1948 oleh pemerintah Belanda (Palang Merah NICA) tempat ini
digunakan sebagai tempat penampungan Pengungsi Cina pedalaman dan juga
orang-orang Yahudi yang saat itu tinggal di Indonesia.
Bangunan yang memiliki luas
mencapai 28.610 meter persegi ini masih menyimpan ciri bangunan kolonial. Salah
satunya dapat dilihat dari bentuk jendela kayu dengan jeruji besi
yang besar dan tinggi yang sangat mencirikan identitas bangunan kolonial. Kini
bangunan tersebut telah ditetapkan sebagai cagar budaya oleh Pemerintah Kota
Tangerang.
6. Lembaga Pemasyarakatan Anak Wanita tangerang
Lembaga Permasyarakatan Anak Wanita terletak di Jalan Daan Mogot
Kelurahan Tanah Tinggi, Kota Tangerang. Menurut informasi di papan nama cagar
budaya dijelaskan bahwa bangunan ini didirikan pada Tahun 1928 oleh Pemerintah
Hindia Belanda untuk pengasingan anak-anak Indo Belanda yang melakukan
kenakalan/pelanggaran kemudian setelahnya dikelola oleh Yayasan LOG dan
selanjutnya pada tahun 1934 diserahkan kepada Yayasan Pro Juventute. Pasca
meyerahnya Belanda kepada Jepang pada tahun 1942 bangunan ini selanjutnya digunakan
sebagai rumah tahanan perang terutama bagi anak-anak dan wanita Belanda yang
akan dikembalikan ke Negara Belanda.
Pasca kemerdekaan Indonesia, pengelolaan selanjutnya diserahkan kepada
pemerintahan Indonesia di bawah Departemen Kehakiman RI sebagai Rumah
Pendidikan Negara. Perubahan nama menjadi LAPAS Anak Wanita Tangerang dilakukan
pada tahun 1964.
![]() |
LP Anak Wanita Tangerang |
7. Rumah Telepon
Bangunan ini terletak di Jalan Daan Mogot tepat di depan Plaza Robinson,
bangunan peninggalan Belanda ini termasuk unik karena memiliki atap kerucut dan
merupakan salah satu yang tersisa di Tangerang. Kini bangunan tersebut sudah
tidak difungsikan kembali namun masih tetap dipertahankan keberadaannya.
![]() |
Rumah Telepon di Jalan Daan Mogot |
8. Bangunan Belanda
di Mauk
Mauk merupakan salah satu kecamatan yang telah ada sejak zaman
penjajahan Belanda, dahulu Mauk merupakan ibukota Distrik Tangerang Utara yang
termasuk ke dalam Afdeling Tangerang.
Oleh sebab itulah di Mauk hingga kini masih ditemukan beberapa bangunan
peninggalan Belanda. Kantor
Pegadaian Mauk merupakan salah satunya dimana bangunan tersebut konon pernah digunakan sebagai tempat menyimpan Otto Iskandar Dinata sebelum akhirnya dieksekusi di Pantai Ketapang, Tanjung Kait. Seiring perkembangan zaman bangunan tersebut kini telah mengalami renovasi.
![]() |
Kantor Pegadaian Mauk |
9. Rumah
Peninggalan Belanda
Deretan rumah-rumah peninggalan Belanda ini tersebar di sekitar Jalan
Daan Mogot dan Jalan TMP Taruna. Hingga kini rumah-rumah tersebut masih tetap
terpelihara dengan baik.
Bangunan-bangunan tersebut menjadi saksi bagaimana pengaruh Belanda
masih tersisa di Tangerang, meskipun zaman telah berganti namun pengaruh yang
dirasakan dari kehadiran peninggalan Belanda tersebut oleh masyarakat Tangerang
hingga kini masih tetap ada