Masa
penjajahan Belanda di Indonesia yang telah berlangsung ratusan tahun lamanya
ternyata membawa dampak yang begitu besar sehingga masih dapat dirasakan oleh
bangsa Indonesia hingga saat ini. Pada masa penjajahan, pemerintah kolonial
membuka berbagai macam perkebunan sebagai dampak pelaksanaan Tanam Paksa dimana
di berbagai wilayah kemudian dibuat perkebunan seperti kopi, tembakau, teh dan
tebu. Perkebunan-perkebunan tersebut merupakan salah satu upaya pemerintah
kolonial dalam mendulang kekayaan di tanah jajahan dimana dari hasil Tanam
Paksa tersebut pemerintah pusat di Belanda bisa mendapatkan pemasukan yang
melimpah. Perkebunan yang banyak dibuka di tanah Jawa adalah perkebunan tebu
dimana dari hasil perkebunan inilah dihasilkan gula yang kemudian diekspor ke
berbagai macam negara. Setelah dihapuskannya Tanam Paksa dan diberlakukannya
kebijkan Politik Pintu Terbuka membuat pihak swasta dari berbagai macam negara
dapat menanamkan sahamnya di Hindia-Belanda dan pemerintah kolonial hanya
bertugas sebagai pemberi konsesi dan mengawasi kegiatan tersebut.
Akibat
diberlakukannya kebijakan tersebut maka muncullah berbagai macam perusahaan
perkebunan di Hindia-Belanda termasuk perusahaan perkebunan tebu. Beberapa
perusahaan gula yang berdiri diantaranya NV. Cultuurmaatschappij yang berpusat di Amsterdam, Belanda yang mendirikan pabrik gula
Banjaratma di Brebes dan oleh NV. Mij Tot
Exploitatie der Suikerfabriek Sindanglaoet
yang berdiri tahun 1896 dan kini menjadi PG Sindanglaut. Gula menjadi salah satu komoditas utama yang
dihasilkan pada masa kolonial sehingga berdampak besar terhadap devisa bagi
pemerintah pusat di negeri Belanda. Bahkan di masa kolonial inilah,
Hindia-Belanda menjadi eksportir kedua gula didunia setelah Kuba. Selain itu
akibat pesatnya perkembangan gula di Hindia-belanda dibangun pula fasilitas
lain dalam mendukung mobilitas gula ke berbagai macam negara. Salah satunya
ialah dibangunnya sarana transportasi kereta api di berbagai macam perkebunan
tebu yang hingga saat ini masih dapat kita saksikan. Namun perkembangan
industri gula yang maju pada masa kolonial mengalami satu masa kritis saat
terjadinya Krisis Malaise atau
depresi ekonomi yang melanda dunia pada saat itu sekitar dekade tahun 30-an
sehingga menyebabkan banyak pabrik gula yang tutup. Namun dalam perkembangan
berikutnya industri gula tetap mampu bertahan hingga saat Indonesia merdeka dan
tercatat terdapat sekitar kurang lebih 179 pabrik gula yang tersebar di pulau
Jawa.
Industri
gula di Indonesia setelah kemerdekaan selanjutnya diambil alih oleh pemerintah
Indonesia, puncaknya setelah nasionalisasi perusahaan Belanda di Indonesia
banyak pabrik gula milik Belanda yang berpindah tangan menjadi milik pemerintah
Indonesia. Pengelolaan industri gula di Indonesia selanjutnya dipegang oleh PT.
Perkebunan Nusantara yang membawahi perkebunan gula di Indonesia. Namun dalam
perkembangan selanjutnya industri gula di Indonesia mengalami pasang surut
dalam produksinya, hal ini disebabkan oleh jumlah produksi yang semakin menurun
dan tidak sesuai dengan target sehingga di akhir tahun 90-an banyak pabrik gula
yang kemudian di tutup operasionalnya. Ditutupnya pabrik gula tersebut ternyata
membawa dampak yang besar tidak hanya bagi masyarakat sekitar tetapi juga bagi pabrik
gula itu sendiri karena banyak bangunan pabrik gula yang telah tutup tersebut
kondisi bangunanya tidak terawatt sehingga menyebabkan banyak bangunan pabrik
gula yang roboh bahkan hilang tidak berbekas. Salah satunya ialah bangunan
pabrik gula Sempalwadak di Malang dan pabrik gula Sewu Galur di Yogyakarta.
Kini
beberapa bangunan pabrik gula yang sudah tidak beroperasi tinggal menunggu
waktu yang sama yaitu menemui nasib hilang tidak berbekas. Perhatian pemerintah
terhadap kondisi bangunan pabrik gula yang tidak beroperasi saat ini sudah
mulai dirasakan terbukti dengan ditetapkannya bangunan pabrik gula di berbagai
macam daerah sebagai bangunan cagar budaya salah satunya ialah bangunan pabrik
gula Kalibagor di Banyumas. Pabrik gula tersebut awalnya milik pemerintah di
bawah PT. Perkebunan Nusantara namun pabrik tersebut dijual dan pengelolaannya
dilakukan oleh pihak swasta hingga kemudian berhenti beroperasi. Pasca ditutup
bangunan pabrik gula kurang terawat bahkan dianggap sebagai bangunan yang
menyeramkan puncaknya sebagian bangunan dan cerobong asap pabrik gula tersebut
dihancurkan namun oleh pemerintah setempat pihak pengelola pabrik gula
diharuskan mendirikan bangunan pabrik yang telah dihancurkan dan kini bangunan
tersebut telah dibangun kembali dan rencananya bangunan pabrik gula tersebut akan
dijadikan gudang.
![]() |
PG Kalibagor setelah direnovasi |
Salah
satu langkah penting yang diambil oleh pemerintah dalam melestarikan keberadaan
pabrik gula yang lama tidak beroperasi adalah menyelamatkan pabrik gula
Colomadu yang berada di Karang Anyar tidak jauh dari kota Solo. Pabrik gula
tersebut awalnya sudah tidak beroperasi bahkan beberapa bagian bangunan sudah
lapuk dimakan usia. Oleh pemerintah pusat melalui Kementerian BUMN bangunan
tersebut disulap menjadi sebuah bangunan multifungsi yang dikerjakan langsung
oleh perusahaan konsruksi nasional PP Dirganeka. Bangunan yang berhasil
direvitalisasi tersebut kini digunakan sebagai gedung pertunjukan dan juga
tempat pertemuan tanpa menghilangkan bentuk asli bangunan pabrik gula. Kini
pabrik gula Colomadu menjadi salah satu destinasi wisata di kota Solo yang kini
dikenal dengan nama De Tjolomadoe.
![]() |
PG Colomadu yang kini dikenal dengan nama De Tjolomadoe |
Bangunan
pabrik gula lainnya yang diselamatkan oleh pemerintah ialah pabrik gula
Banjartma yang berada di Brebes, pabrik gula ini sejak akhir 90-an sudah tidak
beroperasi dan menjadi bangunan kosong tidak terawat. Adanya proyek pembangunan
jalan tol Pejagan-Pemalang yang melewati daerah sekitar bangunan pabrik gula
tersebut membuat pemerintah berkeinginan menjadikan bangunan tersebut sebagai
rest area di jalan tol tersebut tanpa menghilangkan bangunan asli pabrik gula
tersebut. Kini bangunan pabrik gula banjaratma telah disulap menjadi rest area
di jalan tol Pejagan-Pemalang dan menjadi salah satu rest area terbesar dan
terindah karena memanfaatkan bangunan lama eks pabrik gula yang telah diperkuat
di beberapa sisi bangunannya. Semoga ke depannya pabrik-pabrik gula yang sudah
tidak beroperasi mendapatkan perhatian serupa seperti pabrik gula Colomadu dan
Banjaratma sehingga tidak hilang dimakan zaman dan dapat menjadi bukti majunya
industri gula pada masa lalu.
![]() |
PG Banjaratma yang kini menjadi rest Area Tol Pejagan-Pemalang |